Jumat, 22 Juni 2012

MENARI DGN RASA INDONESIA


Langkah dansa, yang merupakan terjemahan dari line dancing, adalah tradisi lama yang dimiliki banyak negara. Tarian yang melibatkan banyak orang ini ditata dengan formasi berderet atau melingkar karena pada masa lalu pria dan wanita dilarang bersentuhan. Langkah dansa kemudian berkembang pesat di Amerika Serikat. Seiring perkembangan zaman, langkah dansa memiliki berbagai macam variasi gerakan, seperti country dance, hip hop dance, Michael Jakcson dance, atau variasi gerakan yang diserap dari unsur-unsur dansa ballroom (waltz, tango, salsa, dan lainnya). Meski mengadaptasi langkah dansa dari luar negeri, ILDI bertekad mengangkat budaya lokal Indonesia. Mereka menciptakan koreografi untuk lagu-lagu tradisional Indonesia, seperti ”Alusiau”. Maka, jadilah langkah kaki ala waltz, cha cha, atau rumba dengan ”rasa” Indonesia. ”Lagu ’Madu dan Racun’ yang dulu sangat terkenal sudah dibuat koreografinya oleh orang Singapura. Sekarang kalau ngomong dansa Madu Racun orang tahunya itu dari Singapura,” kata Kootje Wattimena yang menjadi instruktur senior di ILDI. Ketika pertama kali mengembangkan langkah dansa, Kootje mendapat banyak tantangan. Tarian ini, oleh sebagian orang, dinilai tidak berkelas karena dianggap terlalu gampang dilakukan dan tidak punya ”style”. Padahal, rumit atau sederhananya sebuah tarian, menurut Kootje, bergantung pada koreografinya. Melatih ingatan Banyak manfaat yang dirasakan anggota ILDI dari menari langkah dansa. Pada dansa berpasangan, orang biasanya berhenti berdansa apabila sudah tidak punya pasangan karena mereka merasa risi juga bila harus memeluk-meluk orang lain yang bukan pasangannya. Ketika sudah belajar langkah dansa, kegiatan menari tetap bisa dilakukan meski tanpa pasangan. Dengan menari, kesehatan tubuh tetap terjaga. Lin sendiri merasakan tubuhnya selalu bugar karena seminggu paling tidak ia menari 2-3 kali. Lin, yang memiliki dua anak dan empat cucu, merasa staminanya juga lebih kuat karena sering menari. Langkah dansa diyakini bisa mencegah kepikunan, terutama pada mereka yang usianya sudah paruh baya. ”Pada saat latihan kita kan harus mengingat-ingat urutan gerakannya. Jadi, otak kita selalu terasah,” tutur Kootje yang pernah melatih langkah dansa untuk pasien jantung. Karena langkah dansa ini masuk kategori olahraga low impact, ILDI terus berusaha mengajak orang sebanyak mungkin untuk menari. Mereka mengadakan beberapa workshop apabila ada 6-8 koreografi baru yang dipelajari dan berniat menyebarkan gaya line dancing ILDI melalui youtube. Line dancing di Indonesia juga mulai digemari anak-anak muda. Namun, biasanya gerakan yang diciptakan lebih banyak dan lebih rumit variasinya. Kootje sendiri menciptakan koreografi langkah dansa dengan berbagai macam gaya agar bisa diterima oleh kalangan menengah atas yang biasanya sudah lebih dulu menekuni dansa ballroom. Ia, misalnya, memadukan langkah dansa dengan gerakan memutar yang disebut spiral. Di mata Kootje, mereka yang sudah menekuni dansa ballroom biasanya punya bahasa tubuh yang lebih bagus ketika sedang berdansa. (IND)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger