Minggu, 21 Agustus 2011

TUNTUT EKSEKUSI CITRALAND, Ratusan Warga Karombasan Demo PN.Manado

Tuntut Eksekusi Citraland,
Ratusan Warga Karombasan Demo PN

IKUTI BERITA LAIN
Sempat sangkal BAP polisi
Lima Terdakwa Narkoba
Jadi Pesakitan
Miliki Enam Paket Sabu-sabu,
IRT Dituntut Tujuh Tahun
Kasus perkosa ayah tiri kembali terjadi
Saksi Akui Lihat Terdakwa Sedang Setubuhi Mawar
Lintas Berita Hukrim

Manado, KOMENTAR
Kecewa karena pihak Pengadilan Negeri Manado belum melakukan eksekusi terhadap Citraland, ratusan warga Karombasan yang tergusur di lahan HGB 70 Winangun pada tahun 2001 lalu, berunjuk rasa di datang ke kantor Pengadilan Negeri Manado, Kamis (18/08) kemarin. Di-pimpin Drs Leo Tampi dan Sonny Woba, warga menuntut agar pihak PN segera mengeksekusi pihak Citraland.
Septi Saroinsong selaku orator dalam aksi ini dengan lantang meminta agar pihak PN Manado dapat segera me-ngeluarkan surat eksekusi se-cara paksa kepada Citraland. “Karena pihak Citraland yang sebenarnya pihak yang ber-tanggung jawab dengan ada-nya penggusuran warga yang ada di tanah yang sekarang berdiri bangunan-bangunan megah. Kami minta PN Mana-do segera mengeluarkan surat eksekusi secara paksa kepada Citraland,” tegasnya.
Lebih lanjut, Saroinsong me-nyatakan secara hukum su-dah jelas bahwa pihak warga yang telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan MA RI nomor 560/K/PDT/2003 apalagi pihak TLBP mengajukan Peninjauan Kembali dan di tolak oleh MA RI dengan nomor 242 PK/PDT/2009 tanggal 9 Juny 2009. “Putusan ini sudah sangat inchra artinya sudah tetap secara hukum. Karena itu kami mendesak PN harus segera mengeksekusi Citra-land,” tegasnya
Ketua PN Armindo Pardede SH MAP langsung menemui para pendemo. Dalam pernya-taannya, Pardede menyata-kan aspirasi warga ini akan di perhatikan. Bahkan ia ber-janji akan menindak lanjuti sesuai aturan yang berlaku “Kami akan menindaklanjuti-nya sesuai hukum yang ber-laku. Saya minta tetapi warga harus bersabar,” ujar Pardede.
Mendengar janji Pardede, para pendemo menyambut-nya dengan gembira sambil meneriakkan yel-yel “Hidup Pardede”. Dalam kesempatan itu, Freny Sumanti membaca-kan pernyataan sikap dari warga dan kemudian menye-rahkannya ke Pardede. Se-lanjutnya, Pardede menanda-tangani surat pernyataan si-kap tersebut.
Dan mewakili para pende-mo, Saroinsong pun berkeya-kinan Pardede akan menga-bulkan permintaan warga dengan mengeksekusi Citra-land.(imo)

Rabu, 17 Agustus 2011

Tiap Menit Cek Ponsel, Kebiasaan Baru Pemakai Ponsel

Tiap Menit Cek Ponsel, Kebiasaan Baru Pemakai Ponsel
Lusia Kus Anna | Senin, 15 Agustus 2011 | 11:49 WIB
Dibaca: 1059Komentar: 1

Kompas.com - Mungkin pada awalnya Anda membeli ponsel cerdas untuk membuat hubungan dengan orang lain tak berjarak dan meningkatkatkan produktivitas. Tetapi tanpa disadari kini Anda tidak bisa melewatkan 5 menit tanpa mengintip smartphone, entah itu melihat pesan yang masuk atau pun mengganti status di jejaring sosial.
Gejala tak bisa menahan diri untuk mengecek ponsel bukan hanya dialami Anda saja. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Personal and Ubiquitous Computing menunjukkan kebiasaan itu hadir di mana-mana.

Peneliti studi tersebut menemukan kebanyakan pengguna smartphone kini punya kebiasaan baru yang disebut "checking habits" alias terus menerus memeriksa email, pesan atau aplikasi lain seperti Facebook atau Twitter.
Disebutkan rata-rata kurang dari 10 menit mereka sudah "gatal" ingin memeriksa ponselnya. Rata-rata responden dalam penelitian itu memeriksa ponsel mereka 34 kali dalam sehari, bukan karena memang ada yang penting, tetapi karena hal itu sudah jadi kebiasaan atau memang ada dorongan.
"Dorongan itu sangat sulit dihindari. Bahkan kebanyakan tidak sadar apa yang sedang dilakuannya karena itu merupakan kebiasaan dibawah sadar," kata Loren Frank, neuroscietist dari Universitas California, Los Angeles.
Sebagai kebiasaan dibawah sadar, menurut Frank hal itu terjadi melalui dua proses. Pertama, otak menyukai perasaan ketika ia menerima email.
Pesan yang masuk ke ponsel adalah sesuatu yang baru dan seringkali isinya menyenangkan, misalnya pesanan untuk membeli dagangan kita atau barangkali pujian dari rekan kerja atas keberhasilan suatu projek.
"Setiap kali kita mendapat email ada sebuah sentakan kecil, sebuah feedback positif bahwa kita adalah orang yang penting. Ini bisa menjadi semacam ketagihan," kata Frank.
Ketika otak menjadi terbiasa dengan feedback positif, tangan mencari-cari ponsel menjadi sebuah hal yang otomatis walau kita tak bermaksud. Menurut Frank, keinginan untuk selalu memeriksa ponsel berasal dari striatum, bagian otak yang mengatur tindakan kebiasaan.
Sebentar-sebentar memeriksa ponsel cerdas tentu berdampak buruk pada kehidupan nyata. Sebut saja, pasangan merasa diabaikan, produktivitas kerja menurun, atau jadi jarang memperhatikan orang yang berada di sekitar kita.
Clifford Nass, profesor komunikasi dan ilmu komputer dari Stanford University berpendapat pada dasarnya manusia tidak suka berpikir keras.
"Kebiasaan memeriksa ponsel adalah cara untuk tak perlu berpikir keras tapi kita merasa seperti sedang mengerjakan sesuatu," katanya.
Jika Anda sudah masuk dalam kelompok ketagihan memeriksa ponsel, ada baiknya Anda menjauhkan diri dari ponsel beberapa jam dalam sehari. Bila hal itu membuat Anda tidak nyaman, mulailah dengan 10 menit.
Buatlah daftar zona bebas ponsel, misalnya di kamar atau saat Anda berada dalam situasi sosial seperti saat bersama teman atau keluarga. Tahanlah diri untuk tidak selalu menatap layar ponsel Anda.

Bahaya Facebook untuk Remaja

Bahaya Facebook untuk Remaja
Lusia Kus Anna | Selasa, 9 Agustus 2011 | 15:01 WIB
Dibaca: 6202Komentar: 0


Kompas.com - Begitu diperkenalkan ke publik, situs jejaring sosial Facebook langsung menjerat hati jutaan penggemarnya. Media sosial ini dicintai karena memungkinkan seseorang berhubungan kembali dengan teman lama dari sekolah atau perguruan tinggi tanpa harus bertemu muka.
Namun penggunaan Facebook yang intens memiliki konsekuensi, terutama bagi remaja. Larry Rosen, psikolog di Cal State Dominguez Hills, yang telah mempelajari dampak teknologi terhadap manusia selama lebih dari 25 tahun mengungkapkan situs jejaring sosial seperti ini berdampak buruk untuk anak dan remaja.

Ia mengungkapkan temuannya dalam pertemuan tahunan American Psychological Association. Menurutnya, remaja yang sering menggunakan teknologi seperti video game atau internet, cenderung lebih mengeluhkan nyeri perut, gangguan tidur, kecemasan dan depresi. Mereka juga dilaporkan sering bolos sekolah.

Selain itu remaja dan orang dewasa muda yang sering login ke Facebook lebih narsis. "Situs jejaring sosial membuat seseorang lebih narsis karena bisa mengiklankan dirinya sendiri 24 jam 7 hari seminggu menurut keinginan pribadi," kata Rosen.

Di antara pengguna dari segala usia, Rosen menilai makin banyak orang menggunakan Facebook, makin besar kemungkinan mereka memiliki gangguan kepribadian antisosial, paranoia, kecemasan dan penggunaan alkohol.

Ketika Rosen dan timmnya mengamati siswa SMP, SMA dan mahasiswa yang sedang belajar untuk ujian selama 15 menit, mereka menemukan bahwa kebanyakan siswa hanya bisa fokus selama dua sampai tiga menit sebelum mengalihkan perhatian mereka untuk hal-hal yang kurang ilmiah, seperti teks pesan atau fitur media sosial di ponsel. Tidak mengherankan siswa yang sebentar-sebentar memeriksa akun Facebook sambil belajar mendapatkan hasil yang buruk saat ujian.

Orang tua juga harus menangani bentuk lain dari jejaring sosial, seperti mengirim dan menerima pesan teks (SMS). Remaja rata-rata mengirimkan lebih dari 2.000 teks per bulan. Ini adalah jumlah besar yang bukan cuma memicu masalah tidur dan konsentrasi, tetapi juga stres fisik.
Rosen menunjukkan contoh seorang remaja di Chicago yang menderita sindrom carpal tunnel dan memerlukan obat pereda nyeri dan perban pada pergelangan tangan setelah mengirim lebih dari 100 teks perhari.

"Anak-anak dibesarkan pada konsep koneksi. Bagi mereka bukan kualitas yang penting, tetapi hubungan itu sendiri. Telepon atau bertemu tatap muka hanya memungkinkan jumlah minimum koneksi, sementara alat-alat lain memungkinkan mereka untuk terhubung ke dunia," kata Rosen.
Meski Facebook juga memiliki banyak sisi positif, tetapi Rosen menyarankan agar orangtua perlu memberi pemahaman pada anak mereka mengenai cara berperilaku secara online. Hal ini bisa mendorong anak untuk menyadari apa yang boleh dan dilarang ketika menggunakan internet.
Ia menambahkan, media sosial jika digunakan secara tepat bisa membantu anak berperilaku empati dan berinteraksi dengan teman-temannya tanpa harus mengkhawatirkan reaksi orang secara langsung. "Untuk anak-anak pemalu ini akan menjadi nilai tambah dan membantu mereka keluar dari cangkangnya," katanya.

Tetapi ada satu hal penting yang kerap dilupakan orangtua, yakni Facebook sebenarnya ditujukan untuk orang dewasa, bukan anak-anak. "Berbeda dengan bullying di sekolah, bullying yang terjadi di internet bisa terjadi setiap saat," katanya.

REZIM BERGANTI, PANCASILA HARUS TETAP ADA

Rezim Berganti, Pancasila Harus Tetap Ada
Maria Natalia | Inggried | Rabu, 1 Juni 2011 | 12:37 WIB
Dibaca: 4713Komentar: 11
| Share:

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
BJ Habibie
TERKAIT:
Habibie: Di Mana Pancasila?
SBY, Mega, dan Habibie Pidato Pancasila
Presiden SBY Akan Pidato soal Pancasila
Semua Presiden Pernah Merasakan Difitnah
Bung Karno Andalkan SDM
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden ke-3 RI, BJ Habibie mengatakan, salah satu bentuk penolakan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan orde baru menjadi penyebab absennya nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disampaikannya dalam pidatonya tentang Pancasila pada Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung DPR-MPR RI, Jakarta, Rabu (1/6/2011).

"Sebagai ilustrasi, misalnya, penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru, menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harus diakui, di masa lalu memang terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur dan massif yang tidak jarang kemudian menjadi senjata ideologis untuk mengelompokkan mereka yang tak sepaham dengan pemerintah sebagai tidak Pancasilais atau anti Pancasila," ujar Habibie.

Menurutnya, dulu Pancasila memang seringkali diposisikanoleh pemegang kekuasaan untuk memonopoli pemaknaan dan penafsiran Pancasila itu sendiri. Hal itu digunakan untuk melanggengkan kekuasaan yang telah dipegang. Akibatnya, Pancasila dipersalahkan oleh rakyat karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif.

"Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan," tambahnya.

Hal ini, lanjutnya, menyebabkan amnesia nasional karena masyarakat trauma terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu dengan mengatasnamakan Pancasila. "Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya 'amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai grund norm (norma dasar)," paparnya.

Habibie menganggap, selalu dikaitkannya Pancasila dengan sebuah rezim tertentu merupakan sebuah kesalahan. Menurutnya, rezim boleh saja berubah, tetapi Pancasila seharusnya tetap menjadi pegangan di setiap orde pemerintahan.

"Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut saya, merupakan kesalahan mendasar. Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu. Pancasila juga bukan representasi sekelompok orang, golongan atau orde tertentu. Sepanjang Indonesia masih ada, Pancasila akan menyertai perjalanannya. Rezim pemerintahan akan berganti setiap waktu dan akan pergi menjadi masa lalu, akan tetapi dasar negara akan tetap ada," katanya.

Ia mendorong dibangunnya reaktualisasi agar Pancasila tak hilang setiap kali pergantian rezim. Reaktualisasi itu harus dijalankan oleh segenap rakyat Indonesia, tidak hanya golongan atau kelompok tertentu. Ia menuturkan, problema bangsa ini akan bisa menemukan solusi jika dilakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Hasyim: Ada Kendala Tegakkan Pancasila

Hasyim: Ada Kendala Tegakkan Pancasila
I Made Asdhiana | Rabu, 1 Juni 2011 | 21:21 WIB
Dibaca: 7614Komentar: 30
| Share:

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Peserta kirab membawa patung Garuda saat kirab Gunungan Limo dalam acara Grebeg Pancasila di Jalan Panglima Sudirman, Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (1/6/2011).
TERKAIT:
SBY Tekankan Pentingnya Revitalisasi Pancasila
Rezim Berganti, Pancasila Harus Tetap Ada
Mega: Jangan Pisahkan Pancasila dan Soekarno
Habibie: Di Mana Pancasila?
SBY, Mega, dan Habibie Pidato Pancasila
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi menyatakan ada kendala besar yang bersifat sistemik dalam upaya penegakan Pancasila. "Kita menghadapi kendala besar yang sistemik dalam menegakkan Pancasila," kata Hasyim di Jakarta, Rabu (1/6/2011).

Dikatakan Hasyim, saat ini sistem yang berlaku di Indonesia justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, yang pada akhirnya menjadi kendala bagi penegakan ideologi negara tersebut. "Misalnya, apakah penjualan aset-aset negara ke perorangan sesuai dengan sila kelima? Apakah otonomi/otonomi khusus sesuai dengan NKRI? Apakah karut-marut hukum sekarang Pancasilais? Benarkah saat ini ada demokrasi kerakyatan, atau elitis, bahkan transaksional?" kata Hasyim.

Menurut Hasyim Muzadi, semenjak lahir pada 1945 sampai sekarang, Pancasila sebenarnya belum membumi secara ideal optimal di Indonesia. Pada 1948, sudah ada pemberontakan PKI Madiun yang berusaha membawa Indonesia ke dalam komunisme. Selanjutnya ada DI/TII yang hendak mendirikan negara Islam pada 1949. Pada tahun yang sama keluar maklumat Wakil Presiden dalam pembentukan multipartai yang membawa arus liberalisme.

"Sehingga Pemilu 1955 melahirkan konstituante yang berisi pertikaian ideologi antara negara Islam, negara Pancasila, dan sosiodemokrasi," ujarnya.

Akhirnya, kata Hasyim, pertikaian itu berujung kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Periode berikutnya, yakni 1960 hingga 1966, Pancasila juga belum bisa diterapkan karena Indonesia berada dalam suasana revolusioner.

Pancasila, menurut Hasyim, mulai diterapkan pada era Orde Baru, hanya saja pelaksanaannya normatif artifisial, belum menyentuh kejiwaan bangsa, dan diterapkan dalam suasana stabilitas yang sentralistik.

"Seharusnya, dengan lahirnya reformasi, bangsa Indonesia perlu mengkaji ulang apakah sistem yang lahir telah sejalan dengan nilai-nilai yang dikehendaki Pancasila atau belum," katanya.

Namun, kenyataannya sejak memasuki era reformasi hingga sekarang, Pancasila justru semakin terpinggirkan. "Didesak reformasi yang memanglimakan demokrasi dan HAM tanpa keseimbangan dengan kewajiban kebangsaan," ujar pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok itu.

Menurut Hasyim, dibutuhkan kepemimpinan dan keteladanan dalam upaya penegakan Pancasila. "Persoalannya faktor leadership dan keteladanan justru juga tidak menunjang penegakan nilai-nilai Pancasila," katanya.

Pancasila Belok Kanan, Kiri, lalu Mati

Pancasila Belok Kanan, Kiri, lalu Mati
Asep Candra | Sabtu, 18 Juni 2011 | 19:03 WIB
Dibaca: 3917Komentar: 18
| Share:

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
KH Hasyim Muzadi
TERKAIT:
JK: Yang Salah Kita, Bukan Pancasila
Panji Gumilang: Pancasila itu Ajaran Ilahi
Implementasi Pancasila Harus Dioptimalkan
Megawati Mendesah Menahan Tangis
Hasyim: Ada Kendala Tegakkan Pancasila
SURABAYA, KOMPAS.com — Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KHA Hasyim Muzadi menegaskan, Pancasila merupakan ideologi yang diakui dunia, tetapi praktiknya pernah dibelokkan ke kiri, kanan, lalu tidak berbelok ke mana-mana atau mati.

"Di era Orde lama, Pancasila keok karena terlalu ke kiri, lalu di era Orde baru justru terlalu ke kanan, dan di era Orde Reformasi justru jalan di tempat karena tidak berbelok ke mana-mana atau mati," katanya dalam seminar nasional di gedung Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, Sabtu (18/6/2011).

Hasyim mengemukakan hal itu saat menjadi pembicara seminar bertajuk "Reaktualisasi Ideologi Pancasila" yang diselenggarakan PW NU Jatim untuk memperingati hari lahir (Harlah) ke-88 NU pada 16 Rajab 1432 Hijriah dengan pembicara, antara lain, Prof Dr H Suko Wijono MA dari Laboratorium Pancasila Malang.

Menurut mantan Ketua Umum PB NU itu, Pancasila di Orde Reformasi justru disalahkan karena dianggap sebagai biang kesalahan yang ada, dan Pancasila dianggap tidak mampu memberikan jawaban sama sekali.

"Padahal, apa yang terjadi itu akibat dari kita yang tidak manut (patuh) kepada Pancasila sehingga terjadi keuangan yang mahakuasa, kemanusiaan yang tidak beradab, persatuan yang tidak ada lagi, kepemimpinan yang jalan sendiri tanpa peduli nasib rakyat, serta keadilan sosial, ekonomi, dan hukum yang mirip jauh panggang dari api," katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam di Malang dan Depok itu mengatakan, banyak ulama besar di dunia mengakui kebenaran ulama Indonesia memilih konsep "negara-bangsa" dengan Pancasila sebagai dasar negara. "Banyak ulama besar di dunia yang membenarkan ulama Indonesia dalam memilih konsep negara bangsa karena kalau di suatu negara itu ada lebih dari satu agama, maka konsep yang benar adalah 'Dzimmiatul Islam'. Jadi, NU lebih maju dari orang lain, bahkan di dunia," katanya.

Hasyim menilai, Pancasila merupakan ideologi pemersatu dan pembeda. Pancasila merupakan pemersatu bagi negara dengan multiagama, sedangkan Pancasila sebagai pembeda merupakan ideologi yang tidak sekuler dan tidak agamis.

"Pancasila yang tidak memilih negara sekuler dan negara agama, melainkan negara bangsa, itu bukan berarti meniadakan agama, tetapi agama yang diadopsi bukanlah tekstual, melainkan nilai-nilai agama. Misalnya, Undang-Undang Antikorupsi itu sangat agamis," katanya.

Terbukti, pilihan para ulama Indonesia dari kalangan NU tersebut mampu menjaga kerukunan dalam kemajemukan, dan NU sendiri mampu menjadi "jangkar" bagi keberagamaan yang terlalu tekstual, baik terlalu tekstual ke Islam maupun terlalu tekstual ke komunis/liberal.

"Itu beda dengan negara agama, tetapi akhirnya tidak menerapkan nilai-nilai agama, seperti negara Islam, tetapi warganya justru menyetrika tenaga kerja wanita dari Indonesia," katanya.

Senada dengan itu, Wakil Kepala Laboratorium Pancasila dari Universitas Negeri Malang (UM) Prof Dr H Suko Wijono MA mengakui bahwa NU memang merupakan rujukan tentang Pancasila karena tokoh NU, KH Wahid Hasyim, merupakan salah satu panitia perumusan dasar negara.

"Tetapi, era Orde Reformasi membuat orang menghindari Pancasila karena Pancasila dianggap berbau Orde Baru, namun untuk masa sekarang semangat reaktualisasi Pancasila mengalami kendala globalisasi, yakni kapitalisme, liberalisme, dan radikalisme," katanya.

Ia mencontohkan, kapitalisme telah membuat televisi menjadi sangat memengaruhi kehidupan, bahkan 90 persen kerusakan moral remaja di kota-kota besar akibat televisi.

"Kapitalisme membuat pemilik televisi hanya mementingkan pasar, mementingkan iklan, mementingkan pemilik media, tetapi mereka mengabaikan publik, atau bahkan mengorbankan masyarakat, dan karena itu perlu reaktualisasi. Untuk itu, jangan membantu Pesantren Al-Zaytun, tetapi bantu pesantren NU untuk membudayakan Pancasila," katanya.

KEMBALILAH SEBELUM TENGGELAM

Menurut kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, saat ini sedang diperdebatkan soal format sosialisasi Pancasila di masa reformasi.

Budiman bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Forum Wiken, di Jakarta, Sabtu (26/6), membahas masalah hal ini dalam diskusi ”Manusia Indonesia di Era Pancasila”.

”Dalam acara ini, kami memberi jawaban atas perdebatan itu dengan meluncurkan www.budimansudjatmiko.net dengan software ’Pancasila Interactive’. Software ini untuk mengukur sejauh mana nilai-nilai Pancasila diserap oleh masyarakat saat ini,” ujar Budiman, semalam.

Sementara itu, Direktur Lembaga Pendidikan Mayagita, Maya Rumantir (45), punya cara tersendiri menyosialisasikan Pancasila. Di tempat tinggalnya di Jakarta Selatan, artis penyanyi yang terkenal di awal tahun 1980-an, kemarin, bermain gitar dan melantunkan berbagai lagunya yang bernapaskan Pancasila ciptaannya sendiri.

Ditonton para wartawan, seluruh orang yang menghuni tempat tinggalnya, termasuk putrinya, Kiara Oliveralda Tiurnauli (6), Maya melantunkan beberapa lagu ciptannya, antara lain ”Persahabatan & Perdamaian”, ”Pulihkan Negeri Kami” , ”Dalam Kasih”, dan ”Healing for All Nations (Penyembuhan untuk Semua Bangsa)”.

”Pancasila sangat baik juga kita sosialisasikan di dalam rumah kita masing-masing,” ujar Maya sambil memetik gitar. ”Pidato atau khotbah yang paling jitu adalah langsung memberi contoh,” lanjutnya.

Lain halnya forum diskusi sosial politik Nasional Indonesia (Nasindo). Tiap Jumat malam para anggota kelompok yang dipimpin Samuel Nitisaputra dan Mely Lakalena ini berkumpul mendengarkan lagu-lagu bernapaskan Pancasila dan membahasnya.

Jumat malam, mereka membahas ciptaan lagu Franky Sahilatua, Kembali ke Pancasila.

”Kembali ke Pancasila

Jati diri bangsa

Kembali ke Pancasila

Sebelum Negeri Tenggelam

ditelan Gelombang......”.

Demikian cuplikan sebagai syair lagu Franky. ”Sosialisasi lewat lagu juga jawaban tersendiri,” kata Samuel yang pernah aktif di dalam Partai Amanat Nasional. (OSD)

KEMBALILAH SEBELUM TENGGELAM

Menurut kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, saat ini sedang diperdebatkan soal format sosialisasi Pancasila di masa reformasi.

Budiman bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Forum Wiken, di Jakarta, Sabtu (26/6), membahas masalah hal ini dalam diskusi ”Manusia Indonesia di Era Pancasila”.

”Dalam acara ini, kami memberi jawaban atas perdebatan itu dengan meluncurkan www.budimansudjatmiko.net dengan software ’Pancasila Interactive’. Software ini untuk mengukur sejauh mana nilai-nilai Pancasila diserap oleh masyarakat saat ini,” ujar Budiman, semalam.

Sementara itu, Direktur Lembaga Pendidikan Mayagita, Maya Rumantir (45), punya cara tersendiri menyosialisasikan Pancasila. Di tempat tinggalnya di Jakarta Selatan, artis penyanyi yang terkenal di awal tahun 1980-an, kemarin, bermain gitar dan melantunkan berbagai lagunya yang bernapaskan Pancasila ciptaannya sendiri.

Ditonton para wartawan, seluruh orang yang menghuni tempat tinggalnya, termasuk putrinya, Kiara Oliveralda Tiurnauli (6), Maya melantunkan beberapa lagu ciptannya, antara lain ”Persahabatan & Perdamaian”, ”Pulihkan Negeri Kami” , ”Dalam Kasih”, dan ”Healing for All Nations (Penyembuhan untuk Semua Bangsa)”.

”Pancasila sangat baik juga kita sosialisasikan di dalam rumah kita masing-masing,” ujar Maya sambil memetik gitar. ”Pidato atau khotbah yang paling jitu adalah langsung memberi contoh,” lanjutnya.

Lain halnya forum diskusi sosial politik Nasional Indonesia (Nasindo). Tiap Jumat malam para anggota kelompok yang dipimpin Samuel Nitisaputra dan Mely Lakalena ini berkumpul mendengarkan lagu-lagu bernapaskan Pancasila dan membahasnya.

Jumat malam, mereka membahas ciptaan lagu Franky Sahilatua, Kembali ke Pancasila.

”Kembali ke Pancasila

Jati diri bangsa

Kembali ke Pancasila

Sebelum Negeri Tenggelam

ditelan Gelombang......”.

Demikian cuplikan sebagai syair lagu Franky. ”Sosialisasi lewat lagu juga jawaban tersendiri,” kata Samuel yang pernah aktif di dalam Partai Amanat Nasional. (OSD)

Mega dan SBY Bersaing Tegakkan Pancasila

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dianggap sebagai tokoh yang paling konsisten memperjuangkan Pancasila sebagai ideologi negara.

Demikian hasil survei Setara Institute mengenai pandangan masyarakat tentang tokoh era reformasi yang konsisten menegakkan Pancasila. Dalam survei yang dilakukan terhadap 3.000 responden di 10 provinsi tersebut, Megawati menduduki peringkat teratas pilihan responden, disusul oleh Presiden Yudhoyono di urutan kedua.

"Menurut pandangan masyarakat tentang tokoh-tokoh di era reformasi, yang dipandang konsisten memperjuangkan Pancasila ideologi negara, yang menjawab Megawati sebanyak 22 persen. Sementara itu, yang memilih Presiden SBY sebanyak 20,9 persen," ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos dalam konferensi pers di Hotel Atlet Century, Jakarta, Minggu (14/8/2011).

Menurut Bonar, perbedaan yang tipis atas hasil yang diperoleh kedua tokoh ini menunjukkan bahwa publik memandang ada sikap kegigihan keduanya dalam memperjuangkan Pancasila. Secara berurutan, tokoh nasional lainnya yang juga dianggap berjasa dalam memperjuangkan Pancasila adalah presiden ketiga RI, BJ Habibie (6,3 persen), mantan wakil presiden Jusuf Kalla (5,1 persen). "Nama Mahfud MD juga ada, tapi berada di bawah posisi Jusuf Kalla, yaitu 3,3 persen," tambah Bonar.

Selain tokoh-tokoh tersebut, nama Ketua MPR RI Taufik Kiemas juga dianggap sebagai salah satu pejuang Pancasila di era reformasi. Suami Megawati itu dipilih oleh 2,3 persen responden, sementara Prabowo Subiyanto sebanyak 2 persen, dan Surya Paloh sebanyak 1,8 persen.

Di urutan lain, almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mendapat penilaian masyarakat sebanyak 1,6 persen, mantan Ketua MPR RI, Hidayat Nurwahid, sebanyak 0,9 persen, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebanyak 0,8 persen, dan Menteri Agama Suryadharma Ali mendapatkan 0,6 persen. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie dan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa masing-masing dinilai sebanyak 0,4 persen.

"Tokoh lainnya yang tidak disebutkan namanya 3,8 persen dan yang menjawab tidak tahu sebanyak 26,6 persen," tutur Bonar.

Hasil survei ini, menurut Setara Institute, menunjukkan adanya pengharapan masyarakat yang besar terhadap penegakan Pancasila oleh para tokoh dalam kehidupan berbangsa dan negara. Apalagi, selama 66 tahun belakang ini, banyak terjadi pasang surut dalam berbagai bidang yang bertentangan dengan Pancasila, salah satunya bentuk kekerasan terhadap kaum minoritas.

Setara berharap, Pancasila sebagai bagian dari ideologi negara diharapkan tetap menjadi pedoman bangsa untuk melewati pertumbuhan dan perubahan bangsa ke depan.

Survei yang dilakukan pada 10-25 Juli 2011 ini melibatkan 3.000 responden di Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat. Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dan ambang kesalahan kurang lebih 2,2 persen.

Minggu, 14 Agustus 2011

Pengguna Google+ Wajib Pakai Nama Asli

Pengguna Google+ Wajib Pakai Nama Asli
MINGGU, 14 AGUSTUS 2011 | 08:16 WIB
Besar Kecil Normal
Google+

TEMPO Interaktif, California - Manajemen Google hari ini, Ahad 14 Agustus 2011, mengumumkan para pengguna media sosial Google+ wajib memakai nama asli. Pengumuman itu disampaikan manajer produk Google+, Saurabh Sharma, dalam situs YouTube dan Google+

“Jika kami temukan nama Anda palsu, kami beri waktu empat hari untuk memperbaiki, atau kami ambil tindakan,” kata Sharma. Tindakan yang bakal diambil itu adalah jika dalam empat hari tidak dibetulkan, akun yang bersangkutan bakal dihapus. Kebijakan memakai nama asli diterapkan oleh Facebook dan Linkedin.

Google menyatakan ingin menciptakan pertemanan sesuai dengan di dunia nyata. Walhasil, tiap orang harus jujur dengan profil dirinya. Kebijakan sebelumnya, Google memperbolehkan pemilik akun memohon kembali diaktifkan. Namun kali ini tidak.

Kebijakan baru ini membuat marah para pengguna Google+. Mereka beralasan memakai nama asli bisa mengganggu hal-hal bersifat pribadi, bahkan dapat mengancam keselamatan pemilik akun.

“Selama bertahun-tahun meminta anak-anak dan yang lain untuk tidak memakai nama asli di dunia maya dengan alasan privasi dan keamanan,” tulis pemilik akun Google+ dengan nama Gwyddonaid.

Pengguna Google+ lainnya, Emilio Osorio, menyatakan jika nama asli yang dipakai itu bisa mengancam nyawa orang-orang yang hidup di daerah berbahaya, seperti Meksiko yang terkenal dengan geng narkobanya.

Meski masih hitungan bulan, popularitas Google+ terus menanjak. Situs jejaring sosial ini diyakini bakal menjadi pesaing kuat buat Facebook.

DAILY MAIL/FAISALASSEGAF

Kamis, 04 Agustus 2011

Pengaruh Warna pada Emosi

Kompas.com - Warna sejak lama diketahui bisa memberikan pengaruh terhadap psikologi dan emosi manusia. Warna juga menjadi bentuk komunikasi non verbal yang bisa mengungkapkan pesan secara instan dan lebih bermakna. Misalnya warna merah berarti bahaya atau putih yang dikaitkan dengan kesucian.
Bahkan, ada ilmu yang menggunakan warna untuk terapi warna atau yang disebut colourology (menggunakan warna untuk meyembuhkan). Metode ini sudah dipraktekkan oleh banyak kebudayaan kuno seperti Mesir dan Cina.
Mata kita bisa menangkap tujuh juta warna yang berbeda. Tetapi ada beberapa warna utama yang bisa memiliki dampak pada kesehatan dan mood. Setiap warna memancarkan panjang gelombang energi yang berbeda dan memiliki efek yang berbeda pula. Dengan menggunakan berbagai nuansa warna di rumah Anda dapat membawa harmoni, stabilitas dan keseimbangan.
- Merah
Merah adalah warna yang paling sering menarik perhatian. Warna memilki karateristik merangsang saraf, kelenjar adrenal (endokrin) dan saraf sensorik. Merah juga meningkatkan sirkulasi darah dan kereaktivan darah itu sendiri.
Warna merah juga paling ampuh untuk merangsang dan meningkatkan energi fisik, memperkuat motivasi, meningkatkan sirkulasi, dan berkaitan dengan seksualitas. Merah juga membangkitkan emosi dan menciptakan perasaan kegembiraan atau intensitas. Tetapi pada saat yang sama, warna ini dapat dianggap sebagai tuntutan dan sikap agresif.
- Kuning
Kuning adalah warna cerah yang dapat menarik banyak perhatian. Warna ini bisa dipakai sedikit untuk pemberitahuan, seperti cahaya kedua lampu rem yang berada dikendaraan.
Warna kuning menstimulasi berbagai fungsi tubuh, seperti aliran empedu dan cara kerja hati. Ia memiliki sifat pencahar dengan cara mempromosikan sekresi asam lambung dan membantu pembuangan usus. Kuning juga berhubungan dengan intelektual dan proses mental. Warna cerah ini juga merangsang otak serta membuat Anda lebih waspada dan tegas.
- Orange
Orange ialah kombinasi warna merah dan kuning. Merupakan warna hangat dan ramah yang membuat orang merasa nyaman. Orange berhubungan dengan cakra sakral dan diyakini bermanfaat untuk ginjal, saluran kemih dan organ repoduksi. Dia juga meningkatkan metabolisme, memperkuat paru-paru, limpa dan pankreas.
- Biru
Dari semua warna dalam spektrum, biru adalah warna yang bisa meningkatkan nafsu makan untuk itu disarankan menempatkan makanan di piring biru. Biru juga dapat memperlambat denyut nadi dan suhu tubuh lebih rendah. Ini adalah warna yang menenangkan dan diyakini mengatasi insomnia, kecemasan, masalah tenggorokan, tekanan darah tinggi, migrain dan iritasi kulit.
Warna ini juga meningkatkan ekspresi verbal, komunikasi, ekspresi artistik dan kekuatan. Biru yang kuat (biru tua) akan merangsang pemikiran yang jernih dan biru muda akan menenangkan pikiran dan membantu konsentrasi.
- Violet
Warna ini membawa perasaan damai dan saling memahami. Warna ini juga membantu tidur Anda. Dari kelompok warna-warna lain radian warna violet ini dipercaya akan menghambat perkembangan tumor. Nafsu makan tidak terkendali bisa dikendalikan oleh warna ini. Warna ini juga dikatikan dengan spiritualitas, intuisi, kebijaksanaan, penguasaan, kekuatan mental dan fokus.
- Hijau
Hijau dikaitkan dengan dunia alam. Karena hubungannya dengan alam, hijau dianggap sebagai warna menenangkan dan santai. Warna ini dapat membantu orang yang sering merasa tegang. Hijau akan menyeimbangkan emosi, menciptakan keterbukaan antara Anda dan orang lain. Warna ini juga terkait dengan cakra jantung sehingga dipercaya membantu masalah emosional, seperti cinta, kepercayaan, dan kasih sayang.
Para peneliti juga menemukan warna hijau dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa. Para siswa yang membaca materi tulisan di atas lembaran hijau transparan akan meningkatkan kecepatan membaca dan pemahaman. Efek rileksasi dan menenangkan dari warna ini mungkin jadi penyebabnya.
- Indigo
Warna-warna nila ini dipercaya akan meningkatkan intuisi dan memperkuat sistem getah bening, kekebalan tubuh dan membantu memurnikan serta membersihkan tubuh.
- Putih
Pilihlah warna putih untuk meredakan rasa nyeri. Putih juga meberikan aura kebebasan dan keterbukaan. Rumah sakit dan pekerja rumah sakit menggunakan warna putih untuk menciptakan kesan steril. Namun, terlalu banyak banyak warna putih dapat memberikan rasa sakit kepala dan kelelahan mata karena cahaya yang dipantulkan. (M05-11)

Mabes Polri Kirim Tim Forensik

JAKARTA, KOMPAS.com - Mabes Polri telah mengirimkan tim forensik ke wilayah Bitung, Sulawesi Utara, untuk membantu memastikan identitas jenazah korban kecelakaan Heli milik PT Nyaman Air. Pasalnya, sebagian jenazah sulit dikenali.

"Mabes Polri sudah kirim dua orang ahli forensik untuk cek identitas jenazah di sana karena banyak jenazah hancur," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Mabes polri, Kamis (4/8/2011). Anton mengatakan, penyebab kecelakaan akan diusut oleh Polda Sulut.

Seperti diberitakan, seluruh penumpang (8 orang) dan awak heli (2 orang) tewas. Lokasi jatuhnya Heli PK FUG jenis Bell 412 itu ditemukan dini hari tadi di area perkebunan Danowudu, Bitung, Sulut, setelah hilang kontak sejak Rabu siang.

Pesawat itu lepas landas dari Bandara Sam Ratulangi menuju Bandara Kobok di Gosowang, Halmahera, Maluku Utara. Evakuasi jenasah dilakukan lebih dari 100 orang petugas SAR bersama personil TNI dan Polri serta masyarakat.

Delapan penumpang itu adalah karyawan Nusa Halmahera Mineral. Dari delapan orang itu, empat diantaranya adalah warga negara Australia.
Powered By Blogger