Senin, 17 Januari 2011

Para Terpilih dalam Terungku

17 JANUARI 2011
Para Terpilih dalam Terungku
BERBAGI blok di tahanan Cipinang, Bupati Boven Digul Yusak Yaluwo berkonsultasi dengan Wali Kota Tomohon Jefferson Soleiman Rumajar. "Kasus kami sama, jadi dia curhat ke saya," kata Jefferson, Rabu pekan lalu.

Jefferson, terdakwa perkara korupsi anggaran Kota Tomohon yang merugikan negara Rp 33 miliar, dilantik jadi wali kota di Kantor Kemen-terian Dalam Negeri, -Jumat dua pekan lalu. Menurut Jefferson, Yusak berkonsultasi dengannya supaya bisa segera dilantik.

Yusak, terdakwa pengadaan kapal tanker dan penyelewengan dana pemerintah 2005-2007, berbeda nasib dengan Jefferson. Rahayu, penasihat hukumnya, mengatakan sudah minta izin Pengadilan Tindak Pidana Korupsi agar Yusak dilantik di Boven Digul, Papua. Ia melampirkan surat permohonan izin pelantikan dari Gubernur Papua. "Tapi permintaan itu ditolak," kata Rahayu. Yusak divonis hukuman penjara empat setengah tahun pada November tahun lalu.

Jefferson dan Yusak hanya dua dari sebelas calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Kasus mereka bergulir ke pengadilan setelah mereka menang dalam pemilihan. Beberapa orang dilantik ketika akhirnya menjadi penghuni sel tahanan. Dua di antaranya adalah Bupati Lampung Timur Satono dan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ibrahim Fahmi Badoh, kasus seperti Jefferson dan Yusak akan terus terjadi. Penyebabnya, tersangka dan terdakwa kasus korupsi boleh maju dalam pemilihan kepala daerah. Undang-Undang Pemerintahan Daerah hanya mengatur calon kepala daerah tidak pernah dijatuhi hukuman penjara lima tahun atau lebih yang berkekuatan hukum tetap. Mereka yang masih dalam proses banding atau kasasi bisa melenggang ke kursi kepala daerah.

Fahmi menceritakan, sejak 2003 ICW sudah mengusulkan aturan buat menangkal tersangka atau terdakwa korupsi jadi calon kepala daerah. Caranya, membuat syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela. "Korupsi itu dikategorikan perbuatan tercela," ujarnya.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Edi Mihati, mengatakan soal status tersangka dan terdakwa sempat jadi perdebatan dalam penyusunan undang-undang politik. Partainya meminta agar dicantumkan klausul calon yang terlibat kejahatan tak boleh maju dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Para penentang menolak dengan dalih status terdakwa belum berkekuatan hukum tetap. Aturan itu, oleh penentang, dianggap melanggar asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia.

Diputuskan larangan hanya dikenakan pada mereka yang pernah divonis penjara lima tahun atau lebih. "Tidak terpikir akan ada banyak kasus seperti Tomohon sekarang ini," kata Edi. "Memang sudah waktunya undang-undang itu diubah."

Syarat calon kepala daerah itu merupakan imbas dari perdebatan tentang undang-undang politik. Pada 2003, ketika Undang-Undang Pemerintahan Daerah disusun, Dewan terpecah oleh pelbagai kepentingan. PDIP berusaha menekan syarat pendidikan calon presiden, yang berpeluang mengganjal pencalonan Megawati Soekarnoputri, ketua umum partai itu. Adapun Partai Golkar berusaha menghadang larangan pencalonan terdakwa, yang bisa menghadang Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Beringin.

"Berkat lobi dan barter politik, pasal-pasal yang mengganjal itu hilang," kata ujar seorang sumber. "Syarat tidak sedang jadi tersangka dan terdakwa juga ikut mental." Edi membantah informasi itu. "Itu hanya analisis," ujarnya.

Terjepit kritik, pemerintah berniat merevisi persyaratan calon kepala daerah. Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dalam Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, akan dimasukkan klausul yang tak membolehkan terdakwa mencalonkan diri. Soal tersangka, menurut Gamawan, pemerintah akan memberikan pengecualian. Katanya, "Pemerintah masih harus menganut asas praduga tak bersalah."

Oktamandjaya Wiguna, Pramono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger