Rabu, 15 Desember 2010

Mahkamah Konstitusi Lapor Polisi

Home
MK Lapor Polisi
Rabu, 15 Desember 2010 | 04:35 WIB

Jakarta, Kompas - Mahkamah Konstitusi, Selasa (14/12), melaporkan Makhfud, panitera pengganti (nonaktif) MK, dan Dirwan Mahmud, calon Bupati Bengkulu Selatan, ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keduanya diadukan atas dugaan penyuapan.
Atas laporan itu, kuasa hukum Makhfud, Andi M Asrun, mengatakan, kliennya akan melakukan perlawanan. Kliennya senang dengan pengaduan itu karena justru bisa digunakan untuk membuka persoalan yang lebih besar.
”Kami ingin semua diungkap. Makhfud cuma bagian kecil dari sesuatu yang lebih besar,” ujar Asrun, Selasa di Jakarta. Makhfud juga meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta akan mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Kedua lembaga itu diminta memberikan perhatian terhadap kasus di tubuh MK.
Rekomendasi tim
Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar mengungkapkan, langkah MK membawa persoalan Makhfud ke polisi merupakan tindak lanjut hasil kerja Tim Investigasi Internal pimpinan Refly Harun. Tim merekomendasikan supaya MK mengambil langkah hukum atau lainnya berkenaan etik pada Makhfud.
Senin lalu, MK meminta keterangan dari Makhfud, Neshawaty Arsyad, dan Zaimar. Seperti diberitakan, mereka pernah berhubungan dengan Dirwan. Dirwan bahkan pernah bertandang ke Apartemen Kemayoran, tempat tinggal Neshawaty dan hakim konstitusi Arsyad Sanusi.
Rabu ini Asrun dan kliennya akan ke Mabes Polri, menyerahkan bukti yang dimiliki dan meminta diperiksa. Ia juga meminta agar dikonfrontasi dengan Neshawaty dan Zaimar. Neshawaty adalah orang yang berperan mengenalkan Dirwan dengan Makhfud. Dirwan adalah pemohon dalam perkara uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Asrun yakin, kliennya tak memiliki kepentingan dalam perkara itu.
Majelis Kehormatan
Berkenaan dengan kasus dugaan suap di MK itu, Asrun serta anggota Komisi III DPR, Didi Irawady Syamsuddin, dan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie meminta MK membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH). MK juga harus menindaklanjuti temuan tim investigasi ke MKH.
Didi beranggapan, MKH adalah langkah efektif untuk melengkapi langkah MK melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK akan menangani dugaan pidananya, sementara persoalan etik diselesaikan MKH. Apalagi, MK sudah memiliki Kode Etik dan Perilaku Hakim.
Jimly mengungkapkan, MK harus berani menjawab kecurigaan publik dengan membentuk MKH. ”Belum tentu benar. Namanya orang curiga, bisa salah, bisa benar,” katanya. (ana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger